Dari Jokowi Hingga Prabowo: Ada Rp11.000 Triliun Uang WNI di Luar Negeri
Reporter:
Dian Arief Setiawan|
Editor:
Dian Arief Setiawan|
Sabtu 02-03-2019,14:29 WIB
Calon presiden (capres) nomor urut dua, Prabowo Subianto, kembali melontarkan klaim soal kekayaan masyarakat Indonesia. Dalam acara bertajuk \"Prabowo Menyapa Masyarakat dan Purnawirawan TNI/Polri\" yang diadakan di Grand Pacific Hall, Sleman (27/2/2019), ia menyatakan ada lebih dari Rp11.000 triliun uang Warga Negara Indonesia (WNI) yang mengendap di luar negeri.
“Uang Warga Negara Indonesia [WNI] di luar negeri jumlahnya lebih dari Rp11.000 triliun. Jumlah uang di bank-bank, di seluruh bank di dalam negeri jumlahnya Rp5.400 triliun, berarti dua kali kekayaan Indonesia ada di luar negeri,” ucapnya, seperti dikutip Antara.
Prabowo mengatakan klaimnya bukan sesumbar belaka. Ia menegaskan para menteri Kabinet Kerja di pemerintahan Jokowi paham betul mengenai hal ini.
Klaim serupa nyatanya pernah muncul dari menteri keuangan yang saat itu masih dijabat Bambang Brodjonegoro. Sebagaimana dikutip dari laman resmi Sekretariat Kabinet (Setkab), 6 April 2016, Bambang bilang uang orang-orang Indonesia yang terparkir di luar negeri jumlahnya cukup besar: kurang lebih Rp11.000 triliun. Pernyataan Bambang muncul dalam sebuah diskusi yang diselenggarakan 4 April 2016.
Beberapa bulan setelahnya, giliran Jokowi mengungkapkan hal senada. Masih menurut laman resmi Setkab, Jokowi menyatakan klaim \"11 ribu triliun\" di acara sosialisasi program pengampunan pajak (tax amnesty) di Hotel Clarion, Makassar, pada 25 November 2016.
Kedua artikel di atas menyebut bahwa data yang menjadi rujukan berasal dari kementerian, dalam hal ini Kementerian Keuangan. Namun, yang harus ditegaskan, sumber dari klaim tersebut masih sumir. Apakah angka yang disebutkan merupakan angka rigid atau baru sekadar perkiraan? Juga, apakah datanya tersedia untuk publik?
Beda lagi angka versi Sri Mulyani. Menkeu pengganti Bambang ini mengatakan bahwa aset WNI di luar negeri \"hanya\" sebesar 250 miliar dolar atau setara dengan Rp3.250 triliun. Hitung-hitungan tersebut, terang Sri Mulyani, berasal dari hasil studi perusahaan riset swasta, McKinsey, pada Desember 2014.
Selanjutnya perlu juga ditelusuri, apakah betul jumlah uang di seluruh bank dalam negeri mencapai Rp5.400 triliun, seperti diungkapkan Prabowo?
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), dalam publikasinya berjudul
\"Distribusi Simpanan Bank Umum Periode Januari 2019\" (2019), menjelaskan sampai akhir Januari 2019, simpanan uang nasabah di bank-bank dalam negeri mencapai Rp5.644 triliun. Angka yang diklaim Prabowo dapat dibaca mendekati angka total simpanan nasabah di bank-bank umum Indonesia, antara bulan April-Agustus 2018.
Dengan demikian, dalam konteks klaim ini, Prabowo bisa memperjelasnya dengan keterangan waktu data tersebut diambil. Sayang, saat mengucapkan klaimnya, Prabowo luput menambahkan keterangan waktu.
Hitung-menghitung jumlah uang, aset, maupun kekayaan negara yang berada di luar negeri sebenarnya bukan perkara yang mudah.
Salah satu usaha yang bisa ditempuh ialah dengan membikin angka perkiraan (estimasi). Gabriel Zucman dalam bukunya
The Hidden Wealth of Nations The Scourge of Tax Havens (2015:35), misalnya, pernah menyusun perkiraan soal penghindaran pajak ke luar negeri.
Zucman memperkirakan 8 persen dari kekayaan finansial rumah tangga global pada tahun 2014 tersimpan dalam mekanisme “
tax heavens” alias penghindaran pajak dengan berbagai cara. Jumlahnya dia sebut-sebut mencapai sekitar 7,6 triliun dolar secara global. Tidak ditemukan data dari Indonesia.
Cara penghindaran pajak tersebut dilakukan dengan membuat berbagai macam perusahaan cangkang di negara-negara tertentu. Utamanya ialah negara-negara yang menerapkan aturan kemudahan dan bebas pajak. Upaya pembocoran dokumen ke publik terkait dengan kegiatan penghindaran pajak melalui perusahaan cangkang dapat dilihat pada kasus \"
Offshore Leaks\" (2013) atau
\"Panama Papers\" (2015).
Dari dokumen-dokumen itu, disebutkan bahwa
9 dari 11 keluarga terkaya di Indonesia telah menemukan tempat berlindung di suaka pajak tropis, memiliki kepemilikan lebih dari 190 perwalian dan perusahaan lepas pantai.
Data lain yang dapat dipergunakan adalah dari hasil program amnesti pajak (
tax amnesty). Dalam laporan penutupan hasil
tax amnesty (31 Maret 2017), misalnya, diketahui ada deklarasi (Wajib Pajak yang sudah berkomitmen untuk mengalihkan hartanya di luar negeri ke dalam negeri)
sebesar Rp146 triliun. Meski begitu, realisasi akhir dari program tersebut meraup Rp121,3 triliun.
Membandingkan angka hasil amnesti pajak
dengan klaim Menteri Bambang, yang ditegaskan kembali Presiden Jokowi, serta dipergunakan Prabowo, ataupun dengan klaim Menteri Sri Mulyani sangatlah timpang. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: